Rabu, 27 Agustus 2008

Demi Orang Tuaku...



Di sebuah kota di California , tinggal seorang anak laki2 berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.

Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun.

Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.

“Aku tidak akan menikah lagi,” kata Sherri kepada ibunya. “Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia”. “Kau tidak perlu menyakinkanku, ” sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. “Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya. “

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha
menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu, Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri. “Pelatih”, panggilnya. “Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?”

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

“Tentu,” jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke. “Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu.” Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan. “Pertandingan yang sangat mengagumkan, “ katanya kepada Luke. “Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yangmembuatmu jadi begini?”

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata “Pelatih, ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat kecelakaan itu. Minggu lalu,……Ibuku meninggal.” Luke kembali menangis.

Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata “Hari ini,…….hari ini adalah pertama kalinya kedua orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan mereka…… .”. Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak…..

Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya… ……… Luke baru saja kehilangan seorang Ibu yang begitu
mencintainya. …….

Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya, membahagiakan mereka, membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal seumur hidupnya….

I Love You, Mom...


Ini adalah mengenai Nilai kasih Ibu dari Seorang anak yang mendapatkan ibunya sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia menghulurkan sekeping kertas yang bertulis sesuatu. Si ibu segera membersihkan tangan dan lalu menerima kertas yang dihulurkan oleh si anak dan membacanya.

OngKos upah membantu ibu:
1) Membantu Pergi Ke Warung: Rp20.000
2) Menjaga adik Rp20.000
3) Membuang sampah Rp5.000
4) Membereskan Tempat Tidur Rp10.000
5) menyiram bunga Rp15.000
6) Menyapu Halaman Rp15.000

Jumlah totalnya: Rp85.000

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak yang raut mukanya berbinar-binar. Si ibu mengambil pena dan menulis sesuatu dibelakang kertas yang sama.

1) OngKos mengandungmu selama 9bulan- GRATIS
2) OngKos berjaga malam karena menjagamu -GRATIS
3) OngKos air mata yang menetes karenamu -GRATIS
4) OngKos Khawatir kerana selalu memikirkan keadaanmu -GRATIS
5) OngKos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu -GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anak menatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, “Saya Sayang Ibu”.Kemudian si anak mengambil pena dan menulis sesuatu didepan surat yang ditulisnya: “Telah
Dibayar” .

Lukisan Kedamaian

Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi
hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang bisa
melukis tentang kedamaian.

Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras untuk
memenangkan lomba tersebut.

Sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu diantara keduanya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang
tenang. Permukaan telaga itu bagaikan cermin sempurna
yang memantulkan kedamaian gunung-gunung yang
menjulang mengitarinya. Di atasnya terpampang langit
biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang
memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan
terbaik mengenai kedamaian.

Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun
tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit
yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai.
Sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar. Di sisi
gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih. Sama
sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian.


Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik. Di balik
air terjun itu tumbuh semak-semak kecil di atas
sela-sela batu. Di dalam semak-semak itu seekor induk
Pipit meletakkan sarangnya. Jadi, di tengah-tengah
riuh-rendahnya air terjun, seekor induk Pipit sedang
mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.

Lukisan manakah yang memenangkan lomba? Sang Raja
memilih lukisan nomor dua.

"Tahukah anda mengapa?", jawab sang Raja, "Karena
kedamaian bukan berarti anda harus berada di tempat
yang tanpa keributan, kesulitan atau pekerjaan yang
keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan
damai, selalu terpaut kepada Tuhan, Sang Pencipta dan
Penguasa alam semesta. Meski anda berada di
tengah-tengah keributan yang luar biasa.
Kedamaian hati adalah kedamaian sejati, karena Tuhan akan selalu menjaga dan bersama anda."

Ajari Aku Cara Memeluk Landak


Yulia menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari
ruang tamu ke pintu depan.
Diliriknya jalan raya depan rumah. Belum ada.
Yulia masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi.
Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si Mbok yang menyuruhnya berulang
kali untuk makan duluan, tidak dia gubris.

Pukul 18.30
Tinnn... Tiiiinnnnn.. .!!
Yulia kecil melompat girang !
Mama pulang !
Papa pulang !
Dilihatnya dua orang yang sangat dia cintai itu masuk ke rumah.
Yang satu langsung menuju ke kamar mandi. Yang satu menghempaskan diri di
sofa sambil mengurut-urut kepala.
Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi
keluarga.
Bagi si kecil Yulia juga, yang tentunya belum mengerti banyak.....

Di otaknya yang kecil, Yulia cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia
girang Mama dan Papa pulang.

"Mama, mama.... Mama, mama...." Yulia menggerak-gerakkan tangan.

"Mama...."
Mama diam saja.

Dengan cemas Yulia bertanya, "Mama sakit ya?

Mana yang sakit? Mam, mana yang sakit?"

Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata.

Yulia makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit ?
Yulia ambilin obat ya?
Ya?
Ya?"

Tiba-tiba...
"Yulia !!
Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!" Mama membentak dengan suara
tinggi.

Kaget...!! Yulia mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar.
Bingung.

Yulia salah apa? Yulia sayang Mama... Yulia salah apa? Takut-takut, Yulia
menyingkir ke sudut ruangan.
Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya.

Otak kecil Yulia terus bertanya-tanya :
Mama, Yulia salah apa?
Mama tidak suka dekat-dekat Yulia?
Yulia mengganggu Mama?
Yulia tidak boleh sayang Mama, ya?
Berbagai peristiwa sejenis terjadi.

Dan otak kecil Yulia merekam semuanya.

Maka tahun-tahun berlalu.
Yulia tidak lagi kecil. Yulia bertambah tinggi. Yulia remaja. Yulia mulai
beranjak menuju dewasa.

Tin.. Tiiinnn... !
Mama pulang. Papa pulang.
Yulia menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke
kamarnya, dan mengunci pintu.
Menghilang dari pandangan.

"Yulia mana?"
"Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."

Malam itu mereka kembali hanya makan berdua.
Dalam kesunyian mereka berpikir dengan hati terluka :
Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja
keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku ?
Apa salahku ?
Apa dosaku ?
Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua !
Tidak seperti jaman dulu.

Di atas....
Yulia mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam.
Dari jauh. Dari tempat di mana ia tidak akan terluka.
"Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak?"