Rabu, 27 Agustus 2008

Demi Orang Tuaku...



Di sebuah kota di California , tinggal seorang anak laki2 berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.

Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun.

Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.

“Aku tidak akan menikah lagi,” kata Sherri kepada ibunya. “Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia”. “Kau tidak perlu menyakinkanku, ” sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. “Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya. “

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha
menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu, Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri. “Pelatih”, panggilnya. “Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?”

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

“Tentu,” jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke. “Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu.” Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan. “Pertandingan yang sangat mengagumkan, “ katanya kepada Luke. “Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yangmembuatmu jadi begini?”

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata “Pelatih, ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat kecelakaan itu. Minggu lalu,……Ibuku meninggal.” Luke kembali menangis.

Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata “Hari ini,…….hari ini adalah pertama kalinya kedua orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan mereka…… .”. Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak…..

Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya… ……… Luke baru saja kehilangan seorang Ibu yang begitu
mencintainya. …….

Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya, membahagiakan mereka, membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal seumur hidupnya….

I Love You, Mom...


Ini adalah mengenai Nilai kasih Ibu dari Seorang anak yang mendapatkan ibunya sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia menghulurkan sekeping kertas yang bertulis sesuatu. Si ibu segera membersihkan tangan dan lalu menerima kertas yang dihulurkan oleh si anak dan membacanya.

OngKos upah membantu ibu:
1) Membantu Pergi Ke Warung: Rp20.000
2) Menjaga adik Rp20.000
3) Membuang sampah Rp5.000
4) Membereskan Tempat Tidur Rp10.000
5) menyiram bunga Rp15.000
6) Menyapu Halaman Rp15.000

Jumlah totalnya: Rp85.000

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak yang raut mukanya berbinar-binar. Si ibu mengambil pena dan menulis sesuatu dibelakang kertas yang sama.

1) OngKos mengandungmu selama 9bulan- GRATIS
2) OngKos berjaga malam karena menjagamu -GRATIS
3) OngKos air mata yang menetes karenamu -GRATIS
4) OngKos Khawatir kerana selalu memikirkan keadaanmu -GRATIS
5) OngKos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu -GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anak menatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, “Saya Sayang Ibu”.Kemudian si anak mengambil pena dan menulis sesuatu didepan surat yang ditulisnya: “Telah
Dibayar” .

Lukisan Kedamaian

Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi
hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang bisa
melukis tentang kedamaian.

Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras untuk
memenangkan lomba tersebut.

Sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu diantara keduanya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang
tenang. Permukaan telaga itu bagaikan cermin sempurna
yang memantulkan kedamaian gunung-gunung yang
menjulang mengitarinya. Di atasnya terpampang langit
biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang
memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan
terbaik mengenai kedamaian.

Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun
tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit
yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai.
Sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar. Di sisi
gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih. Sama
sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian.


Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik. Di balik
air terjun itu tumbuh semak-semak kecil di atas
sela-sela batu. Di dalam semak-semak itu seekor induk
Pipit meletakkan sarangnya. Jadi, di tengah-tengah
riuh-rendahnya air terjun, seekor induk Pipit sedang
mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.

Lukisan manakah yang memenangkan lomba? Sang Raja
memilih lukisan nomor dua.

"Tahukah anda mengapa?", jawab sang Raja, "Karena
kedamaian bukan berarti anda harus berada di tempat
yang tanpa keributan, kesulitan atau pekerjaan yang
keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan
damai, selalu terpaut kepada Tuhan, Sang Pencipta dan
Penguasa alam semesta. Meski anda berada di
tengah-tengah keributan yang luar biasa.
Kedamaian hati adalah kedamaian sejati, karena Tuhan akan selalu menjaga dan bersama anda."

Ajari Aku Cara Memeluk Landak


Yulia menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari
ruang tamu ke pintu depan.
Diliriknya jalan raya depan rumah. Belum ada.
Yulia masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi.
Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si Mbok yang menyuruhnya berulang
kali untuk makan duluan, tidak dia gubris.

Pukul 18.30
Tinnn... Tiiiinnnnn.. .!!
Yulia kecil melompat girang !
Mama pulang !
Papa pulang !
Dilihatnya dua orang yang sangat dia cintai itu masuk ke rumah.
Yang satu langsung menuju ke kamar mandi. Yang satu menghempaskan diri di
sofa sambil mengurut-urut kepala.
Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi
keluarga.
Bagi si kecil Yulia juga, yang tentunya belum mengerti banyak.....

Di otaknya yang kecil, Yulia cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia
girang Mama dan Papa pulang.

"Mama, mama.... Mama, mama...." Yulia menggerak-gerakkan tangan.

"Mama...."
Mama diam saja.

Dengan cemas Yulia bertanya, "Mama sakit ya?

Mana yang sakit? Mam, mana yang sakit?"

Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata.

Yulia makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit ?
Yulia ambilin obat ya?
Ya?
Ya?"

Tiba-tiba...
"Yulia !!
Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!" Mama membentak dengan suara
tinggi.

Kaget...!! Yulia mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar.
Bingung.

Yulia salah apa? Yulia sayang Mama... Yulia salah apa? Takut-takut, Yulia
menyingkir ke sudut ruangan.
Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya.

Otak kecil Yulia terus bertanya-tanya :
Mama, Yulia salah apa?
Mama tidak suka dekat-dekat Yulia?
Yulia mengganggu Mama?
Yulia tidak boleh sayang Mama, ya?
Berbagai peristiwa sejenis terjadi.

Dan otak kecil Yulia merekam semuanya.

Maka tahun-tahun berlalu.
Yulia tidak lagi kecil. Yulia bertambah tinggi. Yulia remaja. Yulia mulai
beranjak menuju dewasa.

Tin.. Tiiinnn... !
Mama pulang. Papa pulang.
Yulia menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke
kamarnya, dan mengunci pintu.
Menghilang dari pandangan.

"Yulia mana?"
"Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."

Malam itu mereka kembali hanya makan berdua.
Dalam kesunyian mereka berpikir dengan hati terluka :
Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja
keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku ?
Apa salahku ?
Apa dosaku ?
Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua !
Tidak seperti jaman dulu.

Di atas....
Yulia mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam.
Dari jauh. Dari tempat di mana ia tidak akan terluka.
"Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak?"

Nasihat Beruang (lucu tetapi bermakna juga)


Pada suatu hari, ada dua orang anak muda yg sedang melakukan pengamatan bunga langka di hutan. Kedua anak muda itu sudah berteman sejak lama. Mereka adalah siswa tingkat atas di sebuah sekolah setempat.

Ketika mereka sedang asyik-asyiknya mengamati bunga-bunga nan indah, muncul seekor beruang dari balik semak-semak. Beruang tersebut terlihat seram dan ganas, ditambah lagi karna ukuran tubuhnya yg besar.

Seketika juga salah seorang dari mereka dengan cepat berlari dan langsung memanjat pohon, sebisa mungkin mencapai dahan tertinggi dan menyembunyikan diri di sela cabang-cabang pohon.

Sedang kan temannya yang masih dalam keadaan terkejut tidak bisa berlari dengan cepat dan tidak sempat lagi untuk memanjat pohon.

Ia sadar bahwa ia akan segera diserang beruang itu, ia pun menjatuhkan diri dan berbaring pasrah di tanah.

Beruang itu mulai mendekat dan mengendus-endus seluruh muka dan tubuhnya. Ia pun menahan napas dan berpura-pura mati.

Ajaib! Tak berapa lama, beruang itu pergi menjauhinya.

Setelah beruang itu pergi jauh, temannya yang bersembunyi di atas pohon segera
turun dan merasa lega karena ia tidak terluka.

Kemudian ia mendekati temannya yg masih terlunglai lemas di tanah dan dengan sedikit bercanda ia bertanya kepada sang teman;
"Apa sih yg dibisikkan beruang tadi kepadamu?"

Temannya itu menjawab; "Beruang itu membisikkan nasihat padaku, jangan berpergian dengan seorang teman yg suka meninggalkan temannya bila terjadi bahaya."

Persahabatan yang Menggugah


Suatu pagi yang sunyi di Korea, di suatu desa kecil, ada sebuah bangunan kayu mungil yang atapnya ditutupi oleh seng-seng. Itu adalah rumah yatim piatu di mana banyak anak tinggal akibat orang tua mereka meninggal dalam perang.

Tiba-tiba, kesunyian pagi itu dipecahkan oleh bunyi mortir yang jatuh di atas rumah yatim piatu itu. Atapnya hancur oleh ledakan, dan kepingan-kepingan seng mental ke seluruh ruangan sehingga membuat banyak anak yatim piatu terluka. Ada seorang gadis kecil yang terluka di bagian kaki oleh kepingan seng tersebut, dan kakinya hampir putus. Ia terbaring di atas puing-puing ketika ditemukan, P3K segera dilakukan dan seseorang dikirim dengan segera ke rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan.

Ketika para dokter dan perawat tiba, mereka mulai memeriksa anak-anak yang terluka. Ketika dokter melihat gadis kecil itu, ia menyadari bahwa pertolongan yang paling dibutuhkan oleh gadis itu secepatnya adalah darah. Ia segera melihat arsip yatim piatu untuk mengetahui apakah ada orang yang memiliki golongan darah yang sama.

Perawat yang bisa berbicara bahasa Korea mulai memanggil nama-nama anak yang memiliki golongan darah yang sama dengan gadis kecil itu. Kemudian beberapa menit kemudian, setelah terkumpul anak-anak yang memiliki golongan darah yang sama, dokter berbicara kepada grup itu dan perawat menerjemahkan, Apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk gadis kecil ini?" Anak-anak tersebut tampak ketakutan, tetapi tidak ada yang berbicara. Sekali lagi dokter itu memohon, "Tolong, apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk teman kalian, karena jika tidak ia akan meninggal!"

Akhirnya, ada seorang bocah laki-laki di belakang mengangkat tangannya dan perawat membaringkannya di ranjang untuk mempersiapkan proses transfusi darah.

Ketika perawat mengangkat lengan bocah untuk membersihkannya, bocah itu mulai gelisah.

"Tenang saja," kata perawat itu, "Tidak akan sakit kok."

Lalu dokter mulai memasukan jarum, ia mulai menangis.

"Apakah sakit?" tanya dokter itu.

Tetapi bocah itu malah menangis lebih kencang. "Aku telah menyakiti bocah ini!" kata dokter itu dalam hati dan mencoba untuk meringankan sakit bocah itu dengan menenangkannya, tetapi tidak ada gunanya. Setelah beberapa lama, proses transfusi telah selesai dan dokter itu minta perawat untuk bertanya kepada bocah itu.

"Apakah sakit?"

Bocah itu menjawab, "Tidak, tidak sakit."

"Lalu kenapa kamu menangis?",tanya dokter itu.

"Karena aku sangat takut untuk meninggal" jawab bocah itu.

Dokter itu tercengang! "Kenapa kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal?"

Dengan air mata di pipinya, bocah itu menjawab, "Karena aku kira untuk menyelamatkan gadis itu aku harus menyerahkan seluruh darahku!"

Dokter itu tidak bisa berkata apa-apa, kemudian ia bertanya, "Tetapi jika kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal, kenapa kamu bersedia untuk memberikan darahmu? "

Perangkap Tikus

Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikur memperhatikan dengan seksama sambil menggumam "hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak " Ada Perangkap Tikus di rumah....di rumah sekarang ada
perangkap tikus...."

Ia mendatangi ayam dan berteriak " ada perangkap tikus"

Sang Ayam berkata " Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak.

Sang Kambing pun berkata " Aku turut ber simpati...tapi tidak ada yang bisa aku lakukan"

Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. " Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"

Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sng ular berkata " Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"

Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang
terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri ternyata telah digigit ular berbisa.

Sang suami harus membawa istrinya kerumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam.

Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. (kita semua tau, sop ceker ayam sangat bermanfaat buat mengurangi demam) Suaminya dengan segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya.

Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya.

Masih, istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.

Dari kejauhan...Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.

Jadi, kalau orang lain minta tolong sama kita, pikirkanlah sekali lagi.

Harga Segelas Susu


Suatu hari seorang bocah perempuan miskin sedang
berjualan dari rumah ke rumah demi membiayai sekolahnya. Ia merasa lapar dan haus, tapi sayangnya ia hanya mempunyai sedikit sekali uang.

Anak itu memutuskan untuk meminta makanan dari rumah terdekat. Tetapi, saat seorang gadis muda membukakan pintu, ia kehilangan keberaniannya.

Akhirnya ia hanya meminta segelas air putih untuk menawarkan dahaga. Gadis muda itu berpikir pastilah anak ini merasa lapar, maka dibawakannyalah segelas besar susu untuk anak tersebut. Ia meminumnya perlahan, kemudian bertanya, "Berapa saya berhutang kepada anda ?"

"Kamu tidak berhutang apapun kepada saya," jawabnya. "Ibuku mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk perbuatan baik yang kami lakukan."

Anak itu menjawab, "Kalau begitu, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dari lubuk hati saya yang terdalam."

Saat Howard Kelly bocah kecil yang miskin itu meninggalkan rumah tersebut, dia bukan hanya merasa badannya lebih segar, tetapi keyakinannya pada Tuhan dan sesama manusia menjadi lebih kuat. Sebelumnya dia sudah merasa putus asa dan hampir menyerah.

Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari ada seorang wanita muda mengalami sakit parah. Dokter yang menanganinya merasa bingung dan akhirnya mengirim wanita itu ke kota besar untuk mendapatkan pertolongan spesialis.

Dr. Howard Kelly dipanggil untuk berkonsultasi. Ketika ia mendengar nama kota tempat asal si pasien, ia segera pergi ke kamar tempat dimana wanita tersebut di rawat. Ia langsung mengenali wanita tersebut dan memutuskan untuk melakukan hal terbaik yang bisa ia usahakan untuk menolongnya. Sejak hari itu, ia memberikan perhatian khusus pada kasus ini. Setelah melewati perjuangan panjang, peperangan-pun dapat dimenangkan.

Dr. Kelly dipanggil oleh pihak administrasi untuk menandatangani kuitansi biaya yang harus dibayarkan oleh si wanita kepadanya. Ia melihat kepada kuitansi tersebut, dan kemudian menuliskan sesuatu. Kuintansi tersebut lalu dikirim ke kamar perawatan si wanita. Wanita tersebut merasa takut untuk membukanya, karena ia merasa yakin bahwa ia tidak akan mampu membayarnya. Akhirnya dengan menguatkan hati, ia melihat ke kuintansi tersebut. Sebuah tulisan pada kuitansi telah menarik perhatiannya.

Ia membaca tulisan itu:
"TELAH DIBAYAR PENUH DENGAN SATU GELAS SUSU."

Tertanda,
Dr. Howard Kelly.

Air mata mengalir dari matanya saat hatinya yang bahagia mengucapkan doa dan pujian: "Terima kasih Tuhan, kasihMu telah memancar melalui hati dan tangan manusia."

Menghargai Setiap Langkah Kehidupan

Seorang professor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Di sana , ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, Ralph, penjemputnya di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju tempat pengambi lan bagasi.

Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang. Banyak hal dilakukannya. Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka, kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas.

Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali, ia kembali ke sisi sang professor dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

Dari mana Anda belajar melakukan semua hal itu ? tanya sang professor.

Melakukan apa ? tanya Ralph.

Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu ? desak sang professor.

Oh, kata Ralph, selama perang ..... Saya kira, perang telah mengajari saya banyak hal.

Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam. Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu persatu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya.

Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah. katanya ......

Saya tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki serta mensyukuri langkah sebelumnya.

Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini. Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi orang lain.

Cinta Tak Harus Berwujud "Bunga"

Cerita dari seorang Teman yang tidak dikenal...

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2 saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-2 sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.

"Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan"

Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?".

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan....

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-2 saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.".

"Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."

"Kamu selalu pegal-2 pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-2 bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku."
"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu."

"Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki,dan mata lain yang dapat membahagiakanmu."


Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.

"Dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu."

"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.".

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.

Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku. Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".

Mencintai Tanpa Syarat

Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak. Disinilah awal cobaan menerpa,setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ketiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum. Untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang, sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun dengan sabar. Dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan keempat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari, keempat anak Suyatno berkumpul di rumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata, "Pak kami ingin sekali merawat Ibu, semenjak kami kecil melihat Bapak merawat Ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak......... bahkan Bapak tidak ijinkan kami menjaga Ibu." Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya. "Sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan Bapak menikah lagi, kami rasa Ibu pun akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak, kami janji kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara bergantian."

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anak mereka. "Anak-anakku, jikalau perkawinan dan hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin Bapak akan menikah......tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian..."



Sejenak kerongkongannya tersekat. "Kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini. Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan Bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit."



Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.



Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa. Di saat itulah meledak tangis beliau. Tamu yang hadir di studio yang kebanyakan kaum perempuan pun tidak sanggup menahan haru disitulah Pak Suyatno bercerita. "Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi... memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian... adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama… dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehat pun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit."

Mampukah kita mencintai tanpa syarat?


Kabayan dan Profesor

Kabayan dan profesor duduk berhadapan di kereta api yang membawa mereka
dari Bandung ke Jakarta. Mereka belum pernah bertemu sebelumnya, itulah
sebabnya sepanjang perjalanan mereka tidak saling bercakap-cakap.

Untuk mengusir kebosanan, profesor menawarkan sesuatu pada Kabayan,
“Hai Kabayan, bagaimana kalau kita main tebak-tebakan?”

Kabayan diam saja sambil menatap pemandangan di luar jendela kereta.
Hal ini membuat Profesor menjadi gusar. Katanya, “Kabayan, ayo kita main
tebak-tebakan!

Aku akan mengajukan pertanyaan untuk kau tebak. Kalau kau tak bisa
menjawabnya, kau harus membayarku Rp.5.000, Tetapi kalau kau bisa
menjawabnya, aku bayar kau Rp. 50.000.

Kabayan mulai tertarik dengan tawaran itu.

Profesor melanjutkan, “Kemudian, kau ajukan pertanyaan padaku. Kalau
aku bisa menjawabnya, cukup kau bayar aku Rp. 5.000. Tapi kalau aku tak
bisa menjawabnya, aku bayar kau Rp. 50.000, Bagaimana?”

Mata Kabayan berbinar-binar. Katanya, “Baik kalau begitu. Sekarang
ajukan pertanyaanmu.”

“Ok,”sahut profesor dengan cepat. “Pertanyaanku, berapa jarak yang
tepat antara bumi dan bulan?”

Kabayan tersenyum karena tak tahu apa jawabannya. Ia langsung merogoh
sakunya dan menyerahkan Rp. 5.000,pada profesor. Dengan gembira Profesor
menerima uang itu, “Nah, sekarang giliranmu.”

Kabayan berpikir sejenak, lalu bertanya, “Binatang apa yang sewaktu
mendaki gunung berkaki dua. Tapi sewaktu turun gunung berkaki empat?”

Profesor lalu berpikir keras mencari jawabannya. Ia melakukan
coret-coretan perhitungan dengan kalkulatornya. Kemudian ia mengeluarkan laptop,
menghubungkannya dengan internet dan melakukan pencarian di berbagai
situs ensiklopedi. Beberapa lama, profesor itu mencoba. Akhirnya ia
menyerah.

Sambil bersungut-sungut ia memberi uang Rp. 50.000 pada Kabayan yang
menerimanya dengan hati senang.

“Hai, tunggu dulu!” profesor itu berteriak. “Aku tidak terima. Apa
jawaban atas pertanyaanmu tadi?”

Si Kabayan tersenyum pada profesor. Dengan santai ia merogoh saku
celananya dan menyerahkan Rp.5.000,- pada profesor.

Jangan pernah menganggap orang lain lebih bodoh dari kita. Karena di balik kebodohannya, orang lain mengetahui apa yang kita tidak ketahui.

Emas pada Diri Manusia

Seorang pemuda mendatangi Zen-sei dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti
mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana.
Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya
untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain."

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya,
lalu berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu
lakukan satu hal untukku.Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang
sana.
Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?" Melihat cincin Zen-sei yang
kotor, pemuda tadi merasa ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini
bisa dijual seharga itu." "Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang
kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya.
Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka
menawarnya hanya satu keping perak.
Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak.
Ia kembali ke padepokan Zen-sei dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani
menawar lebih dari satu keping perak."

Zen-sei, sambil tetap tersenyum arif, berkata,"Sekarang pergilah kamu ke toko
emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang
emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan
penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud.Ia kembali kepada Zen-sei
dengan raut wajah yang lain.Ia kemudian melapor, "Guru, ternyata para pedagang
di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas
menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu
kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."
Zen-sei tersenyum simpul sambil berujar lirih,"Itulah jawaban atas pertanyaanmu
tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya.
Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian.
Namun tidak bagi "pedagang emas".

" Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan
dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa.
Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses. Kita tak bisa
menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat
sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat
sebagai loyang ternyata emas "

Mangkuk Emas Naga Arjuna

Pada jaman dahulu kala, di India hidup seorang pertapa suci yang bernama Naga Arjuna. Sang Pertapa adalah orang yang telah hidup terbebas dari segala keduniawian.

Oleh karena itu, kemanapun dia pergi hanyalah mengenakan selendang yang dibalut ditubuhnya, yang melambangkan betapa leluasanya Beliau.

Namun ada satu hal yang sangat mencolok dari Naga Arjuna, kemanapun dia pergi, dia selalu membawa sebuah mangkuk emas. Rupanya, mangkuk emas itu adalah pembelian seorang raja yang sangat hormat kepada Naga Arjuna. Namun Naga Arjuna yang telah hidup suci, sama sekali tidak menjual mangkuk itu untuk kepentingan dirinya. Padahal, mangkuk emas itu mampu menghidupi dia seumur hidup kalau dia mau. Namun mangkuk tersebut hanya ia pakai untuk mengemis makanan dari penduduk saja. Inilah pribadi Naga Arjuna yang hidup tanpa keterikatan nafsu duniawi.

Pada suatu hari, terdapatlah seorang pencuri yang telah lama membuntuti Naga Arjuna. Pencuri itu bermaksud ingin mencuri mangkuk Naga Arjuna.

Malam harinya, ketika Naga Arjuna tertidur di dalam sebuah rumah gubuk, pencuri itu mengendap masuk ingin mengambil mangkuk tersebut. Namun, sebelum dia sempat mengambilnya, Naga Arjuna telah terbangun dari tidurnya.

Betapa terkejutnya pencuri itu, ia berpikir pasti Naga Arjuna akan berteriak minta tolong. Sehingga, penduduk sekitar akan dating memukulnya.

Tetapi jauh dari perkiraan, Naga Arjuna hanya menatap pencuri itu sesaat, lalu berkata, “Kenapa? Kamu ingin mangkuk ini?”

Pencuri itu hanya terdiam.

“Kalau kamu mau, ambil saja.” Ucap Naga Arjuna sambil kembali melanjutkan tidurnya.

Bukan main herannya pencuri tersebut. Namun dia mengambil mangkuk itu dan pergi begitu saja.

Akan tetapi keesokan harinya, dia kembali lagi ke gubuk itu. Dia lalu berlutut di hadapan Naga Arjuna, dan berkata, “Guru, ajarkanlah aku bagaimana caranya engkau mampu melepaskan mangkuk emas itu dengan hati penuh kerelaan, seperti yang engkau lakukan semalam.”

Sejak saat itulah, Sang Pencuri menjadi murid dari Naga Arjuna.

Terkadang, yang membuat manusia menderita adalah ketika harus melepaskan barang yang ia sayangi. Karena di hati manusia yang tamak, maka tidak ada kerelaan. Seandainya manusia mampu melepaskan barang yang ia sayangi, tentu di dunia ini tidak ada yang gila karena bangkrut, stress karena kehilangan kekayaannya, ataupun menderita ketika ditinggalkan orang yang dicintai.

Kebesaran Hati yang Mampu Memahami

Seorang anak lahir setelah 11 tahun pernikahan. Mereka adalah pasangan yg saling mencintai dan anak itu adalah buah hati mereka. Saat anak tersebut berumur dua tahun, suatu pagi si ayah melihat sebotol obat yg terbuka. Dia terlambat untuk ke kantor, maka dia meminta istrinya untuk menutupnya dan menyimpan di lemari. Istrinya, karena Kesibukannya di dapur, sama sekali melupakan hal tersebut. Anak itu melihat botol tersebut dan dengan riang memainkannya.
Karena tertarik dengan warna obat tersebut, lalu si anak memakannya semua. Obat tersebut adalah obat yg keras yg bahkan untuk orang dewasa pun hanya dalam dosis kecil saja. Sang istri segera membawa si anak ke rumah sakit, tetapi si anak tidak tertolong. Sang istri ngeri membayangkan bagaimana dia harus menghadapi suaminya. Ketika si suami datang ke rumah sakit dan melihat anaknya yang telah meninggal, dia melihat kepada istrinya dan mengucapkan 3 kata.
PERTANYAAN:
1. Apa 3 kata itu?
2. Apa makna cerita ini?
JAWABAN:
Sang Suami hanya mengatakan "SAYA BERSAMAMU SAYANG".
Reaksi sang suami yang sangat tidak disangka-sangka adalah sikap yang proaktif. Si anak sudah meninggal, tidak bisa dihidupkan kembali. Tidak ada gunanya mencari-cari kesalahan pada sang istri. Lagipula, seandainya dia menyempatkan untuk menutup dan menyimpan botol tersebut, maka hal ini tdk akan terjadi. Tidak ada yg perlu disalahkan. Si istri juga kehilangan anak semata wayangnya. Apa yg si istri perlu saat ini adalah penghiburan dari sang suami dan itulah yg diberikan suaminya sekarang.
Jika semua orang dapat melihat hidup dengan cara pandang seperti ini, maka akan terdapat jauh lebih sedikit permasalahan di dunia ini.
"Perjalanan ribuan mil dimulai dengan satu langkah kecil".
Buang rasa iri hati, cemburu, dendam, egois dan ketakutanmu. Kamu akan menemukan bahwa sesungguhnya banyak hal tidak sesulit yang kau bayangkan.

Selasa, 26 Agustus 2008

Raja Cheng Tang Memohon Hujan

Siapakah Raja Cheng Tang ini? Dia adalah seorang raja pada zaman Tiongkok kuno, adalah seorang raja yang mendirikan negara pada masa dinasti Shang (Kira-kira abad ke-16—11 SM), dia adalah raja yang memimpin dengan bijaksana, yang mencintai rakyat layaknya anak sendiri, dan dialah yang memimpin pasukan menggulingkan raja lalim Xia Jie terakhir dinasti Xia.

Sejak itu, rakyat hidup aman sentosa. Namun, tidak lama kemudian, negerinya mengalami bencana kekeringan yang sangat panjang, lama sekali tidak turun hujan, sungguh kekeringan yang belum pernah terjadi selama ini, sehelai rumput pun tidak tumbuh dil adang, tidak ada makanan. Orang mengganjal perut dengan hanya memakan akar rumput atau kulit pohon. Air di danau, sungai atau sumur perlahan-lahan mengering hingga ke dasar, setiap hari disinari dengan panas matahari yang terik, nyaris menguapkan batu di palung sungai. Namun, kala itu orang-orang tak berdaya, hanya bisa berbaris panjang, sepanjang hari dan malam, memukul genderang, mengadakan upacara dan sembahyang kepada Langit Dewata, dengan maksud menggugah Sang Pencipta.

Sampai tujuh tahun berlalu sudah, namun tidak tampak sedikit pun bayangan akan turun hujan. Kala itu, raja sangat gelisah, sedih dan iba melihat orang-orang yang menderita karena kekeringan, tapi dia tak berdaya sedikit pun, dia hanya bisa mengirim lebih banyak orang dan memperluas barisan memohon hujan, namun, semua itu sia-sia, tiada tanda akan hujan.

Suatu hari, seorang ahli nujum istana yang bernama Bu Guan, telah meramal masalah memohon hujan, kemudian peramal istana segera melapor pada raja: “Untuk memohon hujan harus menyelenggarakan sembahyang kepada Langit Dewata dari jiwa manusia, baru bisa turun hujan.” Artinya harus mengorbankan jiwa manusia untuk sembahyang kepada Langit Dewata, kening raja berkerut setelah mendengar penuturan peramal istana dan berkata: “Memohon hujan sesunguhnya adalah untuk menolong rakyat dari bencana kekeringan, jika karena hal ini dan membunuh manusia, bukankah itu dosa yang amat besar ?” Ia tidak setuju dengan cara demikian. Tapi, ia benar-benar tidak tahu cara lainnya yang lebih baik, ia menarik napas panjang sembari mengatakan: “Jika memang harus mengorbankan manusia, biarlah saya saja.” Lalu raja memutuskan mengorbankan dirinya memohon hujan demi rakyat.

Akhirnya saat mengadakan upacara memohon hujan-pun tiba. Tampak raja Cheng hanya mengenakan pakaian dari kain kasar warna putih, dengan rambut tergerai, dan tubuh terikat dengan seutas tali putih pemercik api. Duduk di sebuah kereta putih, ditarik oleh dua ekor kuda, menuju ke hutan murbei dewa bumi. Orang-orang yang mengiringi mengangkat bejana berkaki tiga, menyandang bendera, berjalan ke depan sambil memainkan musik yang sedih, kereta raja Cheng berjalan perlahan mengikuti dari belakang, sepanjang jalan para pendeta membacakan doa-doa khusus untuk upacara memohon hujan, pemandangan seperti itu tampak begitu memilukan. Tidak lama kemudian mereka tiba di hutan murbei, disini adalah sebuah tempat yang hanya akan dipakai dalam upacara sembahyang besar-besaran. Ketika rombongan raja Cheng tiba, di sana sudah di penuhi dengan lautan manusia. Di depan altar sudah di penuhi dengan tumpukan kayu bakar, dengan lidah api yang menyala-nyala di altar sembahyang, beberapa pendeta tengah mempersiapkan berbagai macam pekerjaan sebelum memanjatkan doa memohon hujan.

Begitu tiba saatnya, raja Cheng dipapah beberapa pendeta, dan perlahan-lahan turun dari kereta menuju ke altar. Berlutut di depan altar, lalu dengan tulus dan khitmat memajatkan doa pada dewata: “Saya adalah raja, pemimpin rakyat negeri ini, biarlah segala dosa dan kesalahan saya yang tanggung, tapi saya mohon jangan limpahkan kepada rakyat… “ Saat itu, maha guru yang memimpin upacara memohon raja maju ke depan, mengambil sebuah gunting dari balik jubahnya, lalu dengan cekatan memotog rambut dan kuku raja Cheng yang panjang, kemudian diletakkan di altar sembahyang dan membakarnya.

Setelah itu, dengan dipapah oleh 2 pendeta, raja Cheng dibawa ke tumpukan kayu bakar yang tinggi. Raja Cheng tersenyum sambil menundukkan kepalanya, sedikit pun tidak tampak takut, malah dengan khitmad berdiri di sana, khusus menanti datangnya detik-detik itu, yang mana kemudian kayu bakar di sekelilingnya itu akan dinyalakan oleh pendeta.

Ini adalah pemandangan yang sangat memilukan: matahari yang terik di puncak kepala, membakar seisi jagad raya. Tidak ada setitik pun mega di sekitar, hanya semilir angin yang meniup lembut di muka raja Cheng, ribuan rakyat jelata berdesakan di sekeliling hutan murbei. Mereka semua merasa ngeri melihat raja yang arif dan bijaksana yang mereka cintai itu. Akhirnya detik-detik itu pun tiba, suara yang memilukan bergema di telinga mereka, mencengkam sanubari semua orang. Para pendeta telah menyalakan api di altar, berkobar menyala-nyala di sekeliling tumpukan kayu bakar, dan kini tinggal menunggu perintah pimpinan pendeta.

Akhirnya para pendeta meletakkan abor di tangan mereka. Dan sesaat itu, lidah api menggulung nyala api, dan terus menjalar ke tumpukan kayu bakar, dari kejauhan tampak percikan api yang menyala-nyala telah mengepung raja Cheng yang berdiri di tumpukan kayu bakar tinggi dengan cucuran keringat, tali pemercik api yang terikat di tubuhnya sudah hampir terbakar.

Tepat di saat yang kritis itu, tiba-tiba terjadilah keajaiban: sebersit angin kencang disertai dengan gumpalan awan hitam, bergulung-gulung dengan cepat dari timur laut menuju ke hutan murbei. Dan dalam sekejab menyelimuti angkasa yang tadinya panas dan terik oleh sinar mentari.

Dan seketika itu juga titik hujan sebesar kacang kedelai turun dengan lebat, menyusul dengan kilatan petir di angkasa, dan hujan turun semakin deras. Orang-orang yang selama ini mengharapkan turunnya hujan bukan main gembiranya, mereka meloncat-loncat dan bersorak gembira, menelentangkan leher mengangakan mulut menyambut air hujan, membasahkan kerongkongan yang selama ini kering, bahkan meraup air dan memukul dahi sendiri, menyatakan terima kasih.

Saat itu, raja Cheng yang berada di tumpukan kayu bakar juga menengadahkan kepalanya, menatap angkasa. Kening yang berkerut selama ini akhirnya terentang, dari lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat bersyukur atas rahmat Tuhan dan berterimakasih kepada rakyatnya. Adalah ketulusan hatinya yang hendak menyelamatkan rakyatnya itulah yang telah menggugah Langit Dewata. Awan yang bergumpal-gumpal di sekeliling terus mendekati bumi. Dan akhirnya kekeringan selama 7 tahun itupun hilang tak berbekas saat itu juga.

Api yang berkobar di sekeliling tumpukan kayu bakar dan di altar persembahan sudah padam diguyur hujan. Semua orang bernyanyi gembira di tengah hujan, beberapa pendeta naik ke atas memapah raja bijaksana yang mencintai rakyatnya seperti anak sendiri dan yang rela berkorban memohon hujan demi rakyat yang dicintainya.

Hikmah yang dapat diambil dari cerita ini adalah merupakan contoh teladan bagi seorang pemimpin (raja, presiden atau bahkan seorang ketua kelas). Seorang pemimpin akan selalu berada pada barisan terdepan untuk mengayomi dan melindungi rakyatnya. Pada saat mengalami kesusahan pemimpin akan berada di depan dan jika mengalami kesenangan pemimpin berada di belakang. Jika harus lapar, pemimpin rela lebih dahulu lapar dan jika kenyang dia rela untuk mendapatkannya paling akhir. Begitu selayaknya menjadi pemimpin.

(Sumber Minghui School)

Kisah si Tukang Ledeng

Suatu hari bos MercedezBenz mempunyai masalah dengan kran air dirumahnya.
Kran itu selalu bocor hingga dia kawatir anaknya terpeleset jatuh.
Atas rekomendasi seorang temannya, Mr. Benz menelpon seorang tukang ledeng untuk memperbaiki kran miliknya.
Perjanjian perbaikan ditentukan 2 hari kemudian karena situkang ledeng rupanya cukup sibuk. Si tukang ledeng sama sekali tidak tahu bahwa si penelpon adalah bos pemilik perusahaan mobil terbesar di Jerman.
Satu hari setelah ditelpon Mr.Benz, pak tukang ledeng menghubungi Mr.Benz untuk menyampaikan terima kasih karena sudah bersedia menunggu satu hari lagi. Bos Mercy-pun kagum atas pelayanan dan cara berbicara pak tukang ledeng.
Pada hari yang telah disepakati, si tukang ledeng datang ke rumah Mr.Benz untuk memperbaiki kran yang bocor. Setelah kutak sana kutak sini, kranpun selesai diperbaiki dan pak tukang ledeng pulang setelah menerima pembayaran atas jasanya .
Sekitar 2 minggu setelah hari itu, si tukang ledeng menghubungi Mr.Benz untuk menanyakan apakah kran yang diperbaiki sudah benar-benar beres atau masih timbul masalah?
Mr. Benz berpikir pasti orang ini orang hebat walaupun cuma tukang ledeng . Mr. Benz menjawab ditelepon bahwa kran dirumahnya sudah benar-benar beres dan mengucapkan terima kasih atas pelayanan pak tukang ledeng.
Tahukah anda bahwa beberapa bulan kemudian Mr. Benz merekrut si tukang ledeng untuk bekerja di perusahaannya? Ya , namanya Christopher L. Jr. Saat ini beliau adalah General manager Customer Satisfaction and Public Relation di Mercedez Benz! “
Moral dari cerita ini adalah:
Service Excellent adalah mengenai bagaimana anda bertanggung jawab terhadap “Customer Peace of Mind” sehingga tercipta hubungan kerja beralaskan ” Mutual Trust/Kerpercayaan Berkesinambungan”. Yang mana ini dimulai dari rasa tanggung jawab anda terhadap hasil kerja anda sehari-hari baik internal (sesama karyawan) atau external (customer/client).
Jadi biasakanlah untuk selalu bertanggung jawab terhadap hasil kerja anda. Lakukanlah tiap hari baik dikantor terhadap sesama karyawan, terhadap bawahan, terhadap atasan atau bahkan dirumah terhadap keluarga anda. Niscaya anda mendapat keharmonisan dikantor maupun dirumah.

Kebajikan Bagai Sebatang Pohon

Di sebuah desa, di dataran Liaodong – Tiongkok ada sebuah kisah turun temurun yang sangat menyentuh hati. Alkisah, pada pinggiran desa terdapat sebuah gubuk tua dan reot, yang ditinggali oleh seorang ibu berusia paruh baya. Penduduk sekitar hanya tahu ibu itu bermarga Zhang dan tidak ada seorang pun yang tahu nama sebenarnya. Ibu itu mengandalkan hidupnya dengan mengumpulkan barang-barang bekas.
Suatu ketika, pada masa terjadi tiga tahun bencana alam, saat ibu tua itu sedang mengumpulkan barang-barang bekas di dekat sebuah rumah sakit, ia mendengar suara tangisan bayi yang terbuang. Bayi itu lalu digendong dan dibawa pulang ke gubuk tuanya. Selama tiga tahun bencana alam itu, ada empat bayi buangan yang ditemukannya.
Demi menghidupi ke empat bayi tersebut, si ibu tua itu terpaksa mengais sisa-sisa makanan di tong-tong sampah, dan mencari yang masih bisa dimakan. Setelah menemukannya, ibu tua itu akan memamahnya sampai lembut dulu baru disuapkan kepada bayi-bayi tersebut. Orang tua para bayi itu, ada yang merasa tidak sanggup untuk membesarkannya, ada pula yang lahir di luar nikah, meskipun demikian mereka tidak seharusnya terlahir sebagai anak yang terbuang. Sebenarnya ibu tua itu sendiri pun hidupnya sudah sangat sengsara, akan tetapi anehnya, dengan kemukjizatan, dia telah dapat membesarkan keempat bayi tersebut.
Dua puluh tahun kemudian, tiga anaknya telah lulus ujian dan masuk Universitas. Sedangkan satunya lagi masuk sekolah angkatan dan menjadi perwira. Ke empat anak tersebut akhirnya menetap, berkeluarga dan bekerja di kota. Kemudian anak-anaknya membawa ibu tua itu untuk pindah ke kota, dan mereka saling berebut ingin merawat ibu tua itu. Setelah ibu tua itu meninggal, rumah gubuknya yang tua dan reot itu meskipun kalau didorong dengan satu tangan saja sudah roboh, akan tetapi bagi penduduk sekitar sana, rumah itu memiliki arti tertentu. Penduduk setempat memagari rumah tua itu dengan menggunakan bambu, dan membangun sebuah pintu besar di mana di atas pintu itu tergantung sebuah papan bertuliskan “Pondok Kebajikan”, sedang di halaman depan rumah itu ditanam sejumlah pohon, orang orang menyebutnya sebagai “Pohon Kebajikan”
Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, Prinsip “keuntungan adalah di atas segalanya” telah menjadi motto dari kebanyakan masyarakat. Nilai-nilai kebajikan sedikit demi sedikit terkikis, hilang terbuang. Di dalam pergaulan antar manusia adanya rasa kecurigaan semakin meningkat, sedang kebajikan menjadi semakin berkurang. Cerita di atas telah menggambarkan seorang ibu tua yang nama saja tidak dikenal orang, dan dalam mengatasi kehidupannya sendiri pun sangat sulit, tetapi dari hasil dengan mengumpulkan barang-barang bekas telah membesarkan keempat anaknya yang berbakat baik. Si ibu tua ini dengan penuh belas kasih telah memelihara sifat murni manusia.
Mengenai hal terkikisnya kebajikan, ini merupakan suatu hal yang tidak baik yang terjadi selama proses perkembangan masyarakat. Kebajikan adalah prinsip yang tidak membawa kepentingan apapun. Ini merupakan sifat dasar manusia, adalah betul-betul lurus dan murni. Ada pepatah yang menyebutkan “Kebaikan budi bagai setetes air yang akan dibalas dengan sumber air”. Kebajikan akan mendapat balasan kebajikan pula, ibu tua di pedesaan itu adalah sebuah contoh yang konkrit.
Kebajikan bagaikan sebuah pohon ; sebuah pohon yang hijau abadi. (The Epoch Times/kia)

Kasih yang Menggugah

ni adalah cerita seorang ibu yang akan menyelesaikan skripsinya.This is really a good story....
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saya adalah ibu tiga orang anak (umur 14, 12, dan 3 tahun) dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka. Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan "hello", jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.

Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering. Ini adalah salah satu cara kami dalam antrian, menunggu untuk dilayani, ketika mendadak setiap orang di sekitar kami mulai menyingkir, dan bahkan kemudian suami saya ikut menyingkir.
Saya tidak bergerak sama sekali... suatu perasaan panik menguasai diri saya ketika saya berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir.

Ketika berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat, dan berdiri di belakang saya dua orang lelaki tunawisma.
Ketika saya menunduk melihat laki-laki yang lebih pendek, yang dekat dengan saya, ia sedang "tersenyum". Matanya yang biru langit indah penuh dengan cahaya
Tuhan ketika ia minta untuk dapat diterima. Ia berkata "Good day" sambil menghitung beberapa koin yang telah ia kumpulkan. Lelaki yang kedua memainkan tangannya dengan gerakan aneh sambil berdiri di belakang temannya.

Saya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental dan lelaki dengan mata biru itu adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri di sana bersama mereka.

Wanita muda di counter menanyai lelaki itu apa yang mereka inginkan. Ia berkata, "Kopi saja, Nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli.
(Jika mereka ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh mereka, mereka harus membeli sesuatu. Ia hanya ingin menghangatkan badan).
Kemudian saya benar-benar merasakannya - desakan itu sedemikian kuat sehingga saya hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu. Hal itu
terjadi bersamaan dengan ketika saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya, menilai semua tindakan saya.

Saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan saya dua paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah. Kemudian saya berjalan
melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya. Saya meletakkan nampan itu ke atas meja dan meletakkan tangan saya di atas tangan dingin lelaki bemata biru itu.

Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang, dan berkata "Terima kasih."
Saya meluruskan badan dan mulai menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak melakukannya untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu harapan."

Saya mulai menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami dan anak saya. Ketika saya duduk suami saya tersenyum kepada saya dan berkata, "Itulah sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberiku harapan." Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan pada saat itu kami tahu bahwa hanya karena Kasih Tuhan kami diberikan apa yang dapat kami berikan untuk orang lain.

Hari itu menunjukkan kepadaku cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah.
Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini ditangan saya. Saya menyerahkan "proyek" saya dan dosen saya membacanya.
Kemudian ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada yang lain?" Saya mengangguk pelahan dan ia kemudian meminta perhatian dari kelas. Ia mulai membaca dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan, membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan. .

Dengan caraNya sendiri, Tuhan memakai saya untuk menyentuh orang-orang yg ada diMcDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri
ruang kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi..
Saya lulus dengan satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari: PENERIMAAN YANG TAK BERSYARAT.

Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk MENCINTAI SESAMA DAN
MEMANFAATKAN BENDA-BENDA BUKANNYA MENCINTAI BENDA DAN MEMANFAATKAN SESAMA.

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh anda dengan cara apapun, tolong kirimkan cerita ini kepada setiap orang yang anda kenal.
Disini ada seorang malaikat yang dikirimkan untuk mengawasi anda.
Supaya malaikat itu bisa bekerja, anda harus menyampaikan cerita ini pada orang-orang yang ingin anda awasi. Seorang malaikat menulis:
Banyak orang akan datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya sahabat2 sejati yang akan meninggalkan jejak di dalam hatimu. Untuk menangani dirimu, gunakan kepalamu. Tetapi untuk menangani orang lain, gunakan hatimu.

Tuhan memberikan kepada setiap burung makanan mereka, tetapi Ia tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka.
Ia yang kehilangan uang, kehilangan banyak; Ia yang kehilangan seorang teman, kehilangan lebih banyak;tetapi ia yang kehilangan keyakinan, kehilangan semuanya.
Orang-orang muda yang cantik adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang cantik adalah hasil karya seni.
Belajarlah dari kesalahan orang lain. Engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk mendapatkan semua itu dari dirimu sendiri.

Penjual Perisai dan Tombak yang Sombong

Seorang pria menjual perisai dan tombak di pasar. "Perisaiku adalah yang paling kuat di dunia" Katanya kepada pelanggannya. "Tidak ada tombak yang mampu menembusnya."
Kemudian dia mengangkat sebuah tombak. "Tombakku sangat tajam dan mampu memotong apa pun," katanya.
"Bagaimana jika kamu menggunakan tombakmu untuk melawan perisaimu?" tanya seorang pelanggan.
Orang itu tidak tahu harus berkata apa, dan semua orang di situ menertawainya.

Lukisan untuk Sang Raja

Ada seorang raja yang mata kanannya buta dan kaki kirinya pincang. Pada suatu hari dia memanggil pelukis untuk melukis dirinya. Seorang pelukis melukis raja seperti seorang pejuang yang hebat. Matanya bercahaya dan bersinar dan kakinya berotot seperti atlet. Raja tidak senang dengan karyanya.
"Kamu pembohong. Itu bukan saya." Dia memerintahkan para tentaranya untuk menangkap pelukis ini dan melemparkan ke penjara.

Pelukis kedua dipanggil. Setelah mengetahui apa yang telah terjadi sebelumnya, pelukis ini melukis sang raja sama persis seperti apa adanya. Raja juga tidak senang.
"Seni macam apa ini?" dia bertanya kepada pelukis ini dengan marahnya dan mengirimkan dia ke penjara juga.

Pelukis yang ketiga datang dan melihat raja dengan seksama. Dalam lukisannya, raja digambarkan sedang mengenakan pakaian berburu. Dia sedang menembak dengan posisi berlutut, kaki kanannya ditekuk dan kaki kirinya menopang pangkal senapan yang sedang dipegangnya. Hanya mata kirinya yang terbuka, karena ia sedang membidik seekor serigala di kejauhan.

Raja sangat puas. Dia menghargai pelukis ini sekantong emas dan memujinya sebagai pelukis yang terbaik di negaranya.

Pertapa Muda dan Kepiting

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang
berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah
kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan. Perlahan-
lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi
sungai di mana sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana tampak seekor
kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya
untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang
deras. Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu,ia segera
mengulurkan tangannya ke arah kepiting untukmembantunya. Melihat tangan
terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya
terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa
menyelamatkan si kepiting. Kemudian, dia pun melanjutkan kembali
pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi
bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi
mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan
tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.
Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi.
Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin
membengkak karena jepitan capit kepiting. Melihat kejadian itu, ada seorang
tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak
muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik.Tetapi,
mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting
melukaimu hingga sobek seperti itu? " " Paman, seekor kepiting memang
menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih
mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari
tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa makhluk lain,
walaupun itu hanya seekor kepiting, " jawab si pertapa
muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan
baik. Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orangtua itu memungut
sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat
kembali melawan arus sungai.Segera, si kepiting menangkap ranting itu
dengan capitnya." Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas
kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengankebijaksanaan. Bila
tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus
dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan,
betul kan? "Seketika itu, si pemuda tersadar. " Terimakasih, Paman. Hari ini
saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan
kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang
Paman ajarkan.